VIVAnews - Pelanggan warung tegal alias warteg harap bersiap menguras kocek lebih setiap kali makan. Per 1 Januari 2010 mendatang, Pemda DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo akan mengenakan pajak 10 persen bagi pengunjung rumah makan, termasuk warteg.
Menurut Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Arif Susilo, pemberlakuan pajak warteg sebesar 10 persen itu karena jenis usaha ini dinilai sudah masuk dalam prasyarat obyek pajak yang diatur dalam Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Namun, yang masuk dalam kategori wajib pajak adalah usaha penyedia makanan dan minuman yang memiliki penghasilan Rp60 juta pertahun. Pajak akan berlaku bagi seluruh jenis rumah makan yang memiliki omset Rp60 juta pertahun atau sekitar Rp5 juta perbulan atau sekitar Rp167.000 perhari. Tidak hanya warteg, pajak ini juga akan dikenakan bagi pemilik rumah makan padang dan usaha sejenis.
Arif menegaskan Dinas Pelayanan Pajak DKI akan mendata warteg yang masuk kategori itu. Setelah data didapat, akan dilakukan sosialisasi kepada asosiasi pengusaha rumah makan warteg.
Usulan pengenaan pajak warteg ini telah disetujui DPRD DKI, dan diatur dalam peraturan daerah yang saat ini sudah masuk di Badan Legislatif Daerah DKI Jakarta.
Arif memprediksi, dengan menerapkan pajak warteg, potensi pendapatan pajak akan bertambah Rp50 miliar. Apalagi jumlah warteg di Jakarta saat ini sudah sekitar 2.000 unit.
"Mulai Januari 2011, harga setiap makanan dan minuman yang ada di warung tegal akan menjadi lebih mahal, karena dikenakan pajak sebesar 10 persen dari harga biasanya,” kata Arif Susilo, seperti dilansir situs berita resmi Pemda DKI.
Arif mengimbau agar warteg yang memiliki penghasilan di atas Rp60 juta per tahun dengan sukarela mendaftar ke Dinas Pelayanan Pajak. Pemda akan memonitor secara ketat dengan memeriksa catatan keuangannya.
Bila pengusaha warteg memenuhi syarat, Pemda akan memberikan nomor pokok wajib pajak (NPWP). "Sebagian besar pemilik usaha rumah makan warteg di Jakarta banyak yang sudah mapan sehingga kebijakan ini tidak terlalu menuai kontroversi. Kami berharap kebijakan ini bisa dilaksanakan dengan baik karena dananya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk prasarana publik," katanya. (kd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar