VIVAnews - Harga makanan akan meningkat signifikan dalam beberapa dekade mendatang seiring meluasnya dampak pemanasan global. Perubahan iklim ekstrim diramalkan akan menggagalkan panen, dan menghancurkan lahan pertanian.
Meskipun negara-negara maju berhenti membuang gas pemanasan global, saat ini dunia masih terus menghadapi kenaikan harga pangan. Sejumlah ahli menegaskan hal itu pada suatu konferensi iklim global di Cancun, Meksiko.
Situasinya terdengar menyeramkan. Pemanasan global akan melipatgandakan harga-harga pangan dasar di seluruh dunia. Pada 2050, harga beras, jagung, dan gandum melangit. Dampaknya: jutaan anak-anak kekurangan gizi dan terlantar.
Seperti dikutip dari Associated Press, Sabtu 4 Desember 2010, prospek pertanian kian suram pasca tahun 2050. Saat itu suhu di Bumi diproyeksi meningkat 6,4 derajat Celcius secara rata-rata, dibandingkan abad ke 20.
Ramalan suramnya kondisi pertanian itu telah diumumkan lembaga riset pangan global, International Food Policy Research Institute, berdasarkan studi terbaru yang dirilisnya Rabu lalu. Lembaga riset itu adalah wadah pertemuan perwakilan dari seluruh dunia untuk menuntaskan misi mengurangi emisi gas rumah kaca di Bumi.
Dengan memakai kalkulasi lewat superkomputer, para ilmuwan memasukkan 15 skenario pertumbuhan populasi, dan pendapatan. Mereka menemukan bahwa perubahan iklim memperburuk masa depan manusia, khususnya masyarakat miskin di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar